Rancangan Undang-Undang
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang nomor 15 tahun 2019 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan).
Rancangan Undang-Undang yang diunggah dalam menu Produk dibuat berdasarkan permintaan dari Anggota, Komisi, Gabungan Komisi dan Alat Kelengkapan Dewan lainnya untuk kepentingan pembentukan undang-undang di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Rancangan Undang-Undang tersebut telah selesai disusun dan dipresentasikan kepada Alat Kelengkapan Dewan oleh Pusat PUU sebagai bentuk dukungan keahlian Badan Keahlian DPR RI.
Sekilas:
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
DASAR, ASAS, PRINSIP, DAN TUJUAN
BAB III
PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Wisatawan
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Pariwisata
BAB V
TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH PUSAT DAN
PEMERINTAH DAERAH
BAB VI
DESTINASI PARIWISATA
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kedua
Tata Kelola Destinasi Pariwisata
Bagian Ketiga
Prasarana Pariwisata dan Sarana Pariwisata
BAB VII
INDUSTRI PARIWISATA
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kedua
Jenis Wisata
Bagian Ketiga
Usaha Pariwisata
Bagian Keempat
Standar Usaha Pariwisata
BAB VIII
PEMASARAN PARIWISATA
BAB IX
KELEMBAGAAN PARIWISATA
BAB X
DESA WISATA DAN KAMPUNG TEMATIK
BAB XI
KAWASAN STRATEGIS PARIWISATA
BAB XII
ASOSIASI KEPARIWISATAAN
BAB XIII
SUMBER DAYA MANUSIA PARIWISATA
Bagian Pertama
Umum
BAB XIV
TEKNOLOGI DAN INFORMASI PARIWISATA
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB XVI
PENDANAAN PARIWISATA
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Penulis:
NUR GHENASYARIFA ALBANY TANJUNG, S.H., M.H. ❖ Ricko Wahyudi, S.H., M.H. ❖ Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Eko Adityo Ananto, S.E. ❖ Nadya Ahda, S.E. ❖ Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si. ❖ Niken Paramita Purwanto, S.E., M.Ak. ❖ Trisuharto Clinton, S.H. ❖ Khaerul Anam, M.Pd
Sekilas:
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak Ibu
Bagian Kedua
Hak Anak
Bagian Ketiga
Kewajiban
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Tugas
Bagian Kedua
Wewenang
BAB IV
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN IBU DAN ANAK
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kedua
Perencanaan
Bagian Ketiga
Pelaksanaan
Paragraf 1
Pelayanan Kesehatan bagi Ibu dan Anak
Paragraf 2
Pemberian Kemudahan dalam Penggunaan Fasilitas,
Sarana, dan Prasarana Umum
Paragraf 3
Pemberian Kesempatan Mendapatkan Pengetahuan,
Pengembangan Wawasan, dan Keterampilan
Paragraf 4
Pemberian Kemudahan Layanan dan Bantuan Hukum
Paragraf 5
Pemberian Perlindungan Sosial
Paragraf 6
Pemberian Bantuan Sosial
Bagian Keempat
Pengawasan
Bagian Kelima
Evaluasi
BAB V
SISTEM DATA DAN INFORMASI
BAB VI
PENDANAAN
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Penulis:
Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Sindy Amelia, S.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Sali Susiana, S.Sos, M.Si. ❖ Ahmad Ari Masyhuri, M.Ag. ❖ Achmad Nur Afif, S.H., M.H. ❖ Nur Budi Haryanto, M.Si.
Sekilas:
Rancangan Undang-Undang tentang Perbankan (RUU tentang
Perbankan) merupakan penggantian atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun
materi muatan yang diatur dalam RUU tentang Perbankan ini meliputi
Ketentuan Umum; Asas dan Tujuan; Bentuk Badan Hukum, Perizinan,
Serta Pendirian dan Kepemilikan; Jenis, Usaha Bank, dan Kerjasama;
Pengaturan dan Pengawasan; Direksi, Dewan Komisaris, Pemegang
Saham Pengendali, Pegawai, dan Tenaga Kerja Asing; Tata Kelola Bank;
Rahasia Bank; Pelindungan Terhadap Nasabah dan Bank; Penyelesaian
Sengketa; Sanksi Administratif; Ketentuan Pidana; Ketentuan Peralihan;
dan Ketentuan Penutup.
Penulis:
Dr. Wiwin Sri Rahyani, S.H., M.H. ❖ Khopiatuziadah, S.Ag., LL. M. ❖ Muhammad Yusuf, S.H., M.H. ❖ MOHAMMAD GADMON KAISAR, S.H., M.H.
Sekilas:
Pada tahun 2025 diperkirakan jumlah lanjut usia di Indonesia akan
mencapai 36 juta jiwa. PBB memprediksi pada tahun 2050 Indonesia akan
masuk dalam 10 besar negara dengan jumlah lanjut usia terbesar. UU No
13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mengatur lanjut usia
berdasarkan pada charity based. Hal ini tidak sesuai lagi dengan kondisi
dan perkembangan zaman. Dalam UU No 13 Tahun 1998, lanjut usia
hanya sebagai objek pembangunan, perlu adanya perubahan paradigma
sehingga dari objek menjadi subjek yang berperan serta mengambil
keputusan apa yang menjadi kebutuhan lanjut usia. Dengan berubahnya
dinamika dan transisi dari pelayanan menjadi penanganan maka, K/L dan
masyarakat harus terlibat dalam penanganan kesejahteraan lanjut usia.
Penanganan pada lanjut usia tidak dititikberatkan pada bidang ekonomi
saja tetapi melalui peningkatan pemberdayaan, yakni upaya
meningkatkan kemampuan fisik, mental, spiritual, sosial, ekonomi,
pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan agar lanjut usia dapat
mengoptimalkan potensi dan kemampuannya. Perlu adanya pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, terkait
penanganan lanjut usia. Di dalam pengaturan yang baru maka,
penanganan lanjut usia tidak hanya dititikberatkan kepada usia lanjut
tetapi mempersiapkan seseorang dari awal untuk menjadi lanjut usia
yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat.
Penulis:
Bagus Prasetyo, S.H., M.H. ❖ Nita Ariyulinda, S.H., M.H. ❖ NUR GHENASYARIFA ALBANY TANJUNG, S.H., M.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H. ❖ Dr. Lukman Nul Hakim, S.Psi., MA. ❖ Suratman, S.H., M.H.
Sekilas:
Rancangan Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU
tentang LLAJ) merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Adapun materi muatan yang
diatur dalam RUU tentang LLAJ ini meliputi lingkup pengaturan; angkutan orang
dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek dengan menggunakan
aplikasi berbasis teknologi informasi (Taksi Online); sepeda motor angkutan
terbatas; dana preservasi jalan; angkutan masal perkotaan; pengawasan; dan
sanksi.
Penulis:
Zaqiu Rahman, S.H., M.H. ❖ Akhmad Aulawi, S.H., M.H. ❖ Sutriyanti, S.H., M.H. ❖ Noor Ridha Widiyani, S.H. ❖ Aryani Sinduningrum, S.H., M.H.
Sekilas:
Ruang Lingkup Materi Muatan
- Ketentuan Umum
- Pembagian Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota
- Penambahan Pajak Provinsi yakni Pajak Alat Berat
- Perubahan Objek Pajak Hiburan dan Penambahan Pengecualian Dari Objek
Pajak Hiburan
- Perubahan Pajak Penerangan Jalan Menjadi Pajak Penggunaan Tenaga Listrik
- Perubahan Penghitungan Tarif Retribusi Menara Telekomunikasi
- Perubahan Jenis Retribusi Jasa Umum
- Ketentuan Penutup
Penulis:
Arif Usman, S.H., M.H. ❖ Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Meirina Fajarwati, S.H., M.H. ❖ Noor Ridha Widiyani, S.H. ❖ Olsen Peranto, S.H. ❖ Aryani Sinduningrum, S.H., M.H.
Sekilas:
Olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Keberadaan dan peranan olahraga dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dinilai sangat
penting dan strategis.
Oleh karenanya penanganan keolahragaan di tanah
air harus dilaksanakan secara profesional dalam suatu sistem
keolahragaan nasional yang merupakan keseluruhan subsistem
keolahragaan yang saling terkait secara terencana, terpadu, dan
berkelanjutan. Indonesia saat ini telah memiliki perangkat aturan dalam
bentuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional.
Namun demikian, perkembangan keolahragaan nasional saat ini tampak
semakin kompleks akibat adanya dinamika sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat dan bangsa serta tuntutan perubahan global. Keadaan
tersebut ditambah dengan permasalahan yang terjadi belakangan ini yang
telah menempatkan kondisi yang kurang menguntungkan bagi
perkembangan keolahragaan di tanah air. Permasalahan tersebut
melingkupi beberapa subsistem dari sistem keolahragaan nasional antara
lain, pelaku olahraga, organisasi olahraga, dana olahraga, prasarana dan
sarana olahraga, peran serta masyarakat, dan penunjang keolahragaan
termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan industri olahraga.
Untuk membenahi kondisi sekaligus menyelesaikan permasalahan
keolahragaan nasional tersebut perlu dilakukan perbaikan dari aspek
regulasi atau undang-undang dengan penekananan pada penyempurnaan
beberapa substansi materi muatan yang bertujuan mengupayakan
peningkatan koordinasi antarlembaga yang menangani keolahragaan,
pemberdayaan organisasi keolahragaan, pengembangan sumber daya
manusia keolahragaan, pengembangan prasarana dan sarana,
peningkatan sumber dan pengelolaan pendanaan, serta penataan sistem
pembinaan dan pengembangan olahraga secara menyeluruh.
Sehingga perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional agar lebih dapat
dilaksanakan, lebih meningkatkan prestasi olahraga baik di tingkat
daerah, nasional, maupun internasional, dan mampu memberi manfaat
bagi upaya menyehatkan dan menyejahterakan seluruh masyarakat
Indonesia.
Penulis:
Ricko Wahyudi, S.H., M.H. ❖ Kuntari, S.H., M.H. ❖ Sindy Amelia, S.H. ❖ Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H. ❖ Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si. ❖ Masad Masrur
Sekilas:
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (RUU tentang Jalan) memuat
perubahan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yaitu
penambahan materi baru termasuk penambahan 2 Bab baru (Jalan
Khusus dan Data dan Informasi) serta penyempurnaan perumusan
pasal dan susunan pasal . Adapun materi muatan yang diatur dalam
RUU tentang Jalan ini meliputi Ketentuan Umum; Asas Penyelenggaraan
Jalan; Tujuan Pengaturan Penyelenggaraan Jalan; Lingkup Pengaturan;
Pengelompokkan Jalan dan Perubahan Status Jalan; Bagian-bagian Jalan
dan Pemanfaatannya; Penguasaan Jalan; Wewenang Pemerintah dan
Pemda dalam Penyelenggaraan Jalan ; Pengaturan Jalan Umum;
Pembinaan Jalan; Pembangunan Jalan Umum; Pengawasan Jalan Umum;
Jalan Tol; Jalan Pengganti; Jalan Khusus; danData dan Informasi.
Penulis:
Khopiatuziadah, S.Ag., LL. M. ❖ Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Olsen Peranto, S.H. ❖ Febri Liany, S.H., M.H. ❖ Dahlia Andriani, S.H., .M.H.
Sekilas:
Pengaturan dan mekanisme mengenai penyelesaian perselisihan
hubungan industrial secara normatif telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004), perselisihan hubungan
industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Hubungan industrial pada dasarnya adalah hubungan antara pengusaha
atau perusahaan dengan pekerja atau serikat pekerja. Ketentuan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 2004 merinci ada 4 jenis perselisihan hubungan
industrial, yaitu: a) perselisihan hak; b) perselisihan kepentingan; c)
perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan d) Perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Jika terjadi
perselisihan tentunya perlu dilakukan upaya penyelesaian perselisihan
hubungan industrial untuk mengembalikan keharmonisan dalam bekerja.
Terjadinya perselisihan antara buruh/pekerja dan pihak perusahaan
perselisihan dapat terjadi tanpa suatu pelanggaran. Perselisihan
perburuhan juga dapat terjadi sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan
oleh pihak buruh atau oleh pihak pengusaha.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
diharapkan dapat mewujudkan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan
ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu
melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai
mufakat. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 disebutkan, dalam hal perundingan bipartit gagal,
maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Lebih lanjut dalam Pasal 4
ayat (3) disebutkan, setelah menerima pencatatan dari salah satu atau
para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati
memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh. Sedangkan penyelesaian melalui
arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai
kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai upaya hukum selanjutnya.
Hal ini dikuatkan dengan adanya Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004, yang menyebutkan bahwa PHI bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus : a. di tingkat pertama mengenai perselisihan
hak; b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan; c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja; d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Penulis:
Arrista Trimaya, S.H., M.H. ❖ Atisa Praharini, S.H., M.H. ❖ Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H. ❖ Asma' Hanifah, S.H. ❖ NUR GHENASYARIFA ALBANY TANJUNG, S.H., M.H. ❖ Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H. ❖ Joko Riskiyono, S.H., M.H.
Sekilas:
Sumber daya energi sebagai kekayaan alam merupakan sumber daya
yang strategis dan harus dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Pemanfaatan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 harus menjamin ketersediaan energi
untuk generasi yang akan datang. Pemanfaatan sumber daya energi
harus dikelola dengan baik dan secara berkelanjutan. Sumber energi baru
dan terbarukan yang merupakan sumber energi juga harus dikuasai oleh
negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Saat ini, permintaan
energi di Indonesia masih didominasi oleh energi yang tidak terbarukan
(energi fossil) padahal sumber daya energi baru dan terbarukan yang
tersedia cukup melimpah di Indonesia namun belum dikelola dan
dimanfaatkan secara optimal sehingga perlu didorong pengembangan dan
pemanfaatannya. Untuk mencapai upaya ini, Pemerintah telah
menetapkan visi pengoptimalan penggunaan energi baru dan terbarukan
(EBT). Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), Pemerintah telah
menetapkan peran EBT paling sedikit mencapai 23% dalam bauran energi
nasional pada tahun 2025. Arah kebijakan ini ditujukan untuk mencapai
kedaulatan, ketahanan, dan kemandirian energi nasional secara
berkelanjutan. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan perlu
ditingkatkan secara signifikan dalam rangka mengantisipasi terjadinya
krisis energi serta untuk mendorong terpenuhinya akses seluruh
masyarakat terhadap sumber energi khususnya yang berada di pulau-
pulau terluar. Energi baru dan terbarukan saat ini sudah diatur dalam
berbagai undang- undang selain diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2007
tentang Energi juga diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, dan UU
Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Pengaturan energi baru dan
terbarukan saat ini sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-
undangan namun peraturan perundang- undangan yang saat ini ada dan
mengatur tentang energi baru dan terbarukan masih tersebar dalam
beberapa peraturan sehingga implikasinya, kerangka hukum tersebut
sering mengalami perubahan dan belum dapat menjadi landasan hukum
yang kuat, komprehensif, dan menjamin kepastian hukum. Pengaturan
secara khusus dan komprehensif dalam Undang-Undang secara tersendiri
dibutuhkan dan sekaligus menjadi acuan terhadap peraturan perundang-
undangan di bawahnya. Selain itu, Ratifikasi Perjanjian Paris oleh
Indonesia untuk menjaga kenaikan temperatur dunia tidak lebih dari 2oC
ikut mendorong Indonesia untuk lebih banyak memanfaatkan sumber
daya energi baru dan terbarukan. Materi Pokok: Secara umum RUU EBT
ini memuat materi pokok yang disusun secara sistematis dalam 14 Bab.
Materi pokok meliputi: - asas dan tujuan - penguasaan - energi baru -
energi terbarukan - pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan -
penelitian dan pengembangan - harga energi baru dan terbarukan -
insentif - dana EBT - pembinaan dan pengawasan - partisipasi
masyarakat.
Penulis:
Arif Usman, S.H., M.H. ❖ Dr. Wiwin Sri Rahyani, S.H., M.H. ❖ Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Febri Liany, S.H., M.H. ❖ Olsen Peranto, S.H. ❖ Muhammad Yusuf, S.H., M.H.
Sekilas:
RUU ini mencakup beberapa aspek yang terkait dalam
penyelenggaraan permusikan, mulai dari proses kreasi,
reproduksi, distribusi, hingga konsumsi. Adapun
pengaturannya terdiri atas:
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
TATA KELOLA KEGIATAN PERMUSIKAN
BAB III
PENDIDIKAN MUSIK
BAB IV
PENGAKUAN KOMPETENSI PELAKU/PRAKTISI MUSIK
BAB V
PELINDUNGAN HAK CIPTA PELAKU/PRAKTISI MUSIK
BAB VI
APRESIASI DAN INSENTIF
BAB VII
PENDATAAN DAN PENGARSIPAN
BAB VIII
DEWAN MUSIK
BAB IX
PARTISIPASI MASYARAKAT
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Penulis:
Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Arrista Trimaya, S.H., M.H. ❖ Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H. ❖ Ihsan Badruni Nasution, S.Sy, S.H., M.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Sindy Amelia, S.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H. ❖ Sali Susiana, S.Sos., M.Si. ❖ Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.
Sekilas:
Upaya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
merupakan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut menuntut tanggung jawab negara untuk
melindungi bangsa Indonesia dalam bentuk perlindungan dalam hal terjadi
bencana. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (UU tentang Penanggulangan Bencana) pada prinsipnya mengatur
mengenai tanggung jawab dan wewenang pemerintah serta pemerintah daerah,
hak dan kewajiban masyarakat, kelembagaan, pendanaan, serta
penyelenggaraan penanggulangan bencana yang meliputi tahap prabencana,
saat tanggap darurat, dan pascabencana. Namun di dalam implementasinya,
terdapat beberapa permasalahan.
Pertama, definisi bencana dalam UU tentang Penanggulangan Bencana,
belum menggambarkan bahwa bencana dapat terjadi secara tiba-tiba atau
bertahap yang mengancam atau menimbulkan gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang mengakibatkan kerugian
terhadap fisik dan psikis manusia, ekonomi, dan lingkungan.
Kedua, beberapa jenis bencana yang disebutkan dalam UU tentang
Penanggulangan Bencana sudah diatur di dalam peraturan perundangundangan
lain,
diantaranya
untuk
bencana
sosial
telah
diatur
dalam
peraturan
perundang-undangan
yang
menangani penanganan konflik sosial, dan untuk
epidemi, wabah penyakit, kejadian luar biasa telah diatur di dalam peraturan
perundang-undangan yang menangani bidang kesehatan.
Ketiga, penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah
dalam UU tentang Penanggulangan Bencana menjadi salah satu wewenang
pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penetapan
status dan tingkatan bencana tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum
karena belum ada peraturan pelaksana yang mengatur lebih lanjut mengenai
indikator penetapan status dan tingkatan bencana.
Keempat, perlu restrukturisasi Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai
lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
Kelima, penyelenggaraan penanggulangan bencana lebih terfokus pada
tahap tanggap darurat dan pascabencana. Penanggulangan bencana pada tahap
prabencana belum menjadi perhatian yang serius, sehingga perlu penguatan
pengaturan terhadap tahap prabencana.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan perubahan UU tentang
Penanggulangan Bencana agar dapat mengoptimalkan penyelenggaraan
penanggulangan bencana dan membangun sinergi antar berbagai pemangku
kepentingan serta sesuai dengan dinamika hukum dan perubahan yang terjadi
dalam masyarakat. Perubahan undang-undang ini juga diharapkan menjadi
landasan hukum yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Penulis:
Atisa Praharini, S.H., M.H. ❖ Aan Andrianih, S.H., M.H. ❖ Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Bagus Prasetyo, S.H., M.H. ❖ Nita Ariyulinda, S.H., M.H. ❖ Kuntari, S.H., M.H. ❖ Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H. ❖ Mohammad Mulyadi ❖ Dina Martiany ❖ Reza Azhari ❖ Bintang Wicaksono Adjie ❖ Rendy Alfaro ❖ Suratman, S.H., M.H. ❖ Chairul Walid
Sekilas:
Bab I Ketentuan Umum
Bab II Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup
Bab III Perencanaan Pengawasan Intern Pemerintah
Bab IV Pelaksanaan Pengawasan Intern Pemerintah
Bab V Pemantauan dan Evaluasi Pengawasan Intern Pemerintah
Bab VI Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Bab VII Auditor
Bab VIII Hasil Pengawasan dan Tindak Lanjut
Bab IX Pembiayaan Pengawasan
Bab X Partisipasi Masyarakat
Bab XI Ketentuan Pidana
Bab XII Ketentuan Peralihan
Bab XIII Ketentuan Penutup
Penulis:
Dr. Wiwin Sri Rahyani, S.H., M.H. ❖ Akhmad Aulawi, S.H., M.H. ❖ Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Olsen Peranto, S.H. ❖ Meirina Fajarwati, S.H., M.H. ❖ Aryani Sinduningrum, S.H., M.H.
Sekilas:
RUU Guru merupakan RUU yang mengatur secara khusus mengenai Guru
yang sebelumnya telah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Adapun materi muatan yang diatur dalam RUU Guru ini
meliputi Ketentuan Umum, Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keguruan,
Kualifikasi dan Kompetensi, Pengadaan, Pemindahan, Pemberhentian, Beban
Kerja, Pembinaan dan Pengembangan, Penghargaan, Hak dan Kewajiban,
Pelindungan, Guru Warga Negara Asing, Organisasi Profesi Guru, Ketentuan
Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
Penulis:
Arrista Trimaya, S.H., M.H. ❖ Nita Ariyulinda, S.H., M.H. ❖ Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H. ❖ Ricko Wahyudi, S.H., M.H. ❖ Woro Wulaningrum, S.H., M.H. ❖ Ihsan Badruni Nasution, S.Sy, S.H., M.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H. ❖ Sindy Amelia, S.H. ❖ Prof. Dr. Ujianto P. Singgih, S.Sos., M.Si. ❖ Elga Andina S.Psi., M.Psi.
Sekilas:
RUU Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan merupakan RUU yang mencabut
ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
RUU ini masuk dalam agenda Program Legislasi
Nasional Tahun 2015-2019 nomor urut 66
Penulis:
Arif Usman, S.H., M.H. ❖ Akhmad Aulawi, S.H., M.H. ❖ Dr. Wiwin Sri Rahyani, S.H., M.H. ❖ Olsen Peranto, S.H. ❖ Noor Ridha Widiyani, S.H.
Sekilas:
RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU Perikanan masuk dalam
agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun
2015-2019 dengan nomor urut 68 dengan sistimatika RUU
sebagai berikut:
BAB I Ketentuan Umum
BAB II Penguasaan
BAB III Asas, Tujuan, dan Lingkup Pengaturan
BAB IV Pengelolaan Perikanan
BAB V Usaha Perikanan
BAB VI Konservasi Perikanan
BAB VII Kapal, Pelabuhan, dan Syahbandar Perikanan
BAB VIII Sistem Data dan Informasi Perikanan
BAB IX Pungutan Perikanan
BAB X Penelitan dan Pengembangan
BAB XI Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Perikanan
BAB XII Kerjasama Internasional
BAB XIII Pengawasan Perikanan
BAB XIV Larangan
BAB XV Pengadilan Perikanan
BAB XVI Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang
Pengadilan
BAB XVII Ketentuan Pidana
BAB XVIII Ketentuan Peralihan
BAB XIX Ketentuan Penutup
Penulis:
Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Zaqiu Rahman, S.H., M.H. ❖ Khopiatuziadah, S.Ag., LL. M. ❖ Arif Usman, S.H., M.H. ❖ Febri Liany, S.H., M.H. ❖ Sutriyanti, S.H., M.H. ❖ Muhammad Yusuf, S.H., M.H. ❖ Meirina Fajarwati, S.H., M.H.
Sekilas:
a. pembatasan di ruas jalan arteri;
b. pencantuman identitas jalan;
c. perubahan status jalan;
d. bagian-bagian jalan termasuk bangunan penghubung yakni
jembatan dan terowongan;
e. pembangunan jaringan utilitas atau kegiatan lainnya pada
bagian-bagian jalan;
f. penekanan penguasaan jalan oleh Negara;
g. penyempurnaan wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan
jalan;
h. penyempurnaan pengaturan jalan secara umum dalam
perumusan kebijakan perencanaan dan penyusunan perencanaan
umum jaringan jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan
desa serta penekanan pada konsep pembangunan jalan
berkelanjutan;
i. penyempurnaan pengaturan mengenai pembangunan jalan umum;
j. pengawasan jalan umum;
k. penyempurnaan pengaturan tentang jalan tol;
l. dana jalan;
m. pengadaan tanah untuk pembangunan jalan; dan
n. data dan informasi penyelenggaraan jalan.
Penulis:
Khopiatuziadah, S.Ag., LL. M. ❖ Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Arif Usman, S.H., M.H. ❖ Febri Liany, S.H., M.H. ❖ Sutriyanti, S.H., M.H. ❖ Olsen Peranto, S.H.
Sekilas:
RUU ini merupakan RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 38
Tahun
2004
tentang Jalan. RUU ini masuk dalam agenda Program Legislasi
Nasional
Tahun
2015-2019, yang terdiri dari II Pasal dan 31 angka perubahan.
Penulis:
Khopiatuziadah, S.Ag., LL. M. ❖ Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Arif Usman, S.H., M.H. ❖ Febri Liany, S.H., M.H. ❖ Sutriyanti, S.H., M.H. ❖ Olsen Peranto, S.H.
Sekilas:
Pengaturan kebidanan bertujuan untuk meningkatkan mutu
bidan, mutu
pendidikan dan pelayanan kebidanan, memberikan pelindungan dan
kepastian hukum kepada bidan dan klien, serta meningkatkan
derajat
kesehatan masyarakat. RUU Tentang Kebidanan ini terdiri dari
12 Bab dan 74
Pasal, merupakan tindak lanjut agenda Program Legislasi
Nasional (Prolegnas)
Prioritas Tahun 2017 urutan ke-30 sebagai RUU usulan DPR RI
dengan
materi muatan mengenai jenis bidan, pendidikan kebidanan,
registrasi dan
izin praktik, bidan warga negara Indonesia lulusan luar
negeri, bidan warga
negara asing, praktik kebidanan, hak dan kewajiban,
organisasi profesi, konsil
kebidanan, serta pembinaan dan pengawasan.
Penulis:
Nita Ariyulinda, S.H., M.H. ❖ Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Ricko Wahyudi, S.H., M.H. ❖ Arrista Trimaya, S.H., M.H. ❖ Bagus Prasetyo, S.H., M.H. ❖ Atisa Praharini, S.H., M.H. ❖ Woro Wulaningrum, S.H., M.H. ❖ Kuntari, S.H., M.H. ❖ Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Ihsan Badruni Nasution, S.Sy, S.H., M.H. ❖ Sindy Amelia, S.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H.
Sekilas:
RUU tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem
merupakan
RUU
yang mencabut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekositemnya. RUU ini
masuk dalam
agenda Program Legislasi Nasional Tahun 2015-2019. RUU ini
terdiri dari 20
Bab dan 208 Pasal.
Penulis:
Zaqiu Rahman, S.H., M.H. ❖ Arif Usman, S.H., M.H. ❖ Laksmi Harundani, S.H., M.Kn. ❖ Sutriyanti, S.H., M.H. ❖ Meirina Fajarwati, S.H., M.H. ❖ Noor Ridha Widiyani, S.H.
Sekilas:
RUU ini merupakan RUU penggantian atas Undang-Undang Nomor 4
Tahun
1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dengan
materi
muatan yang lebih mengakomodasi berbagai hal mengenai
penyelenggaraan
serah simpan karya cetak, karya rekam, dan karya elektronik
sesuai
kemajuan
dan perkembangan di bidang informasi dan teknologi, serta
selaras
dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. RUU ini masuk
dalam
agenda Program Legislasi Nasional Tahun 2015-2019 nomor 131
sebagai
salah satu RUU usulan DPR RI, yang terdiri dari 7 Bab dan 42
Pasal.
Penulis:
Arrista Trimaya, S.H., M.H. ❖ Nita Ariyulinda, S.H., M.H. ❖ Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Ricko Wahyudi, S.H., M.H. ❖ Bagus Prasetyo, S.H., M.H. ❖ Atisa Praharini, S.H., M.H. ❖ Woro Wulaningrum, S.H., M.H. ❖ Kuntari, S.H., M.H. ❖ Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H. ❖ Ihsan Badruni Nasution, S.Sy, S.H., M.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Sindy Amelia, S.H.
Sekilas:
RUU tentang Sistem Budidaya Tanaman merupakan RUU yang mencabut
ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya
Tanaman. RUU ini masuk dalam agenda Program Legislasi
Nasional Tahun
2015-
2019. RUU ini terdiri dari 17 Bab dan 106 Pasal.
Penulis:
Akhmad Aulawi, S.H., M.H. ❖ Dr. Wiwin Sri Rahyani, S.H., M.H. ❖ Khopiatuziadah, S.Ag., LL. M. ❖ Muhammad Yusuf, S.H., M.H.
Sekilas:
RUU Tentang TJSP terdiri dari 8 Bab dan 27 Pasal. RUU ini
merupakan
tindak
lanjut agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun
2015-2019
urutan RUU ke-103 RUU sebagai usulan DPR RI, dengan materi
muatan
mengenai pewajiban melaksanakan TJSP bagi Perusahaan yang
berbadan
hukum maupun tidak berbadan hukum yang berkedudukan dan
menjalankan
usaha di wilayah Negara Republik, penyelenggaraan TJSP,
mekanisme
pendanaan, tugas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
forum TJSP,
serta insentif penghargaan bagi Perusahaan pelaksana TJSP.
Penulis:
Atisa Praharini, S.H., M.H. ❖ Nita Ariyulinda, S.H., M.H. ❖ Chairul Umam, S.H., M.H. ❖ Ricko Wahyudi, S.H., M.H. ❖ Arrista Trimaya, S.H., M.H. ❖ Bagus Prasetyo, S.H., M.H. ❖ Woro Wulaningrum, S.H., M.H. ❖ Kuntari, S.H., M.H. ❖ Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H. ❖ Sindy Amelia, S.H. ❖ Ihsan Badruni Nasution, S.Sy, S.H., M.H. ❖ Nova Manda Sari, S.H., M.H. ❖ Yuwinda Sari Pujianti, S.H.
Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Lantai 7, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270.
Telp. 021-5715468 / 5715455 - Fax. 021-5715706