
Zakat sebagai pranata keagamaan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat ini potensi Zakat di Indonesia sangat tinggi, karena mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam dengan jumlah yang tinggi. Namun, potensi zakat yang belum tercapai tersebut dapat disebabkan oleh beberapa permasalahan. Pertmasalahan tersebut antara lain permasalahan pada regulator yaitu perbedaan pendapat mengenai fikih zakat; rendahnya koordinasi antara regulator dengan OPZ; dan zakat belum menjadi obligatory system; Kedua, permasalahan pada OPZ adalah jumlah Lembaga Amil Zakat yang terlalu banyak, mahalnya biaya promosi, rendahnya efektivitas program pendayagunaan zakat, rendahnya sinergi antar stakeholder zakat, dan terbatasnya sumber daya manusia (SDM) amil zakat; Ketiga, permasalahan pada muzaki/mustahik adalah mustahik yang cenderung konsumtif; rendahnya kepercayaan muzaki kepada OPZ dan regulator; rendahnya kesadaran muzaki dalam menunaikan zakat secara benar sesuai syariat; dan rendahnya pengetahuan muzaki tentang fikih zakat. Kemudian hadirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UU No. 23 Tahun 2011) masih belum menjawab beberapa permasalahan terkait opengelolaan Zakat tersebut. Selain itu, meskipun UU Nomor 23 tahun 2011 masih berusia 13 tahun. UU tersebut belum dapat mengakomodir atau menjawab perkembangan hukum yang terjadi di dalam pengelolaan Zakat. Beberapa hal dapat digambarkan dari perkembangan di berbagai daerah antara lain : Dengan maraknya fenomena ASN Pemda yg diinstruksikan menyetorkan kewajiban zakatnya mellaui UPZ kantor yg dibentuk Baznas; Adanya keinginan zakat menjadi pengurang pajak bukan sekedar pengurang penghasilan kena pajak; serta Adanya keinginan zakat menjadi pengurang pajak bukan sekedar pengurang penghasilan kena pajak.
| Nama | Pekerjaan | Aksi |
|---|
Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Lantai 7, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270.
Telp. 021-5715468 / 5715455 - Fax. 021-5715706